Dirjen HKI Tangani 60 Kasus Pelanggaran Hak Cipta

Dirjen HKI Tangani 60 Kasus Pelanggaran Hak Cipta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejak didirikan pada Februari 2011, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementrian Hukum & HAM RI telah menangani sekira 60 kasus pelanggaran hak cipta baik melalui pemalsuan merek atau sengketa paten. Angka pelanggaran tersebut meningkat dari periode Juli 2012 yang mencapai 52 kasus.
“Kita melakukan penindakan bersama pihak kepolisian, terakhir pada Oktober 2012 sudah mencapai 60 kasus. Sekitar 7-8 kasus sudah ada SPDP (surat pemberitauan dimulainya penyidikan) ke kejaksanaan,” ujar Johno Supriyanto, Kasubdit Penindakan dan Pemantauan Direktorat Penyidikan Kementrian Hukum & HAM RI saat mensosialisasikan Program Mal IT Bersih di Hi-Tech Mall Surabaya, Selasa (6/11/2012).
Adapun dari total 60 kasus tersebut, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 100 miliar. “Itu perkiraan total keseluruhan kasus pelanggaran merek yang sedang ditangani sekarang. Tentu akan bertambah sejalan dengan proses penindakan yang terus kita galakan. Jadi bisa melampaui Rp 100 miliar,” kata  Johno.
Dia mengungkapkan, kasus pelanggaran merek adalah yang paling sering dijumpai dalam proses pendindakan. “Pelanggaran merek itu bisa mencapai 80 persen dari total kasus saat ini. Kalau kasus paten hanya satu, yakni sak aspal,” ujar Johno.
Fathkurahman, Direktur Merek Direktorat Jenderal HKI Kementrian Hukum & HAM, menambahkan, contoh kasus pelanggaran merek yang ditindak di salah satu wilayah di Surabaya belum lama ini adalah generator listrik impor yang memalsukan merek Honda.
Celakanya, kasus tersebut ditemui dalam program bantuan pemerintah. “Jadi barang bantuan pemerintah, tetapi gensetnya (generator listrik) palsu dari luar negeri, tetapi gunakan merek Honda,” ungkap Fathkurahman di kesempatan yang sama.
Mengantisipasi potensi pemalsuan dan pelanggaran merek yang bakal terus meningkat, pemerintah melalui Direktorat Jenderal HKI Kementrian Hukum & HAM, bersama dengan 14 kementrian terkait, telah membentuk tim nasional penanggulangan pelanggaran HKI.

Tentu latar belakang pembentukan tersebut adalah merebaknya pelanggaran hukum dengan modus memalsu atau membajak karya-karya orang lain.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari P. Kusumah mengungkapkan, berbagai temuan pelanggaran yang diungkapkan di atas memang sangat memprihatinkan, karena mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
Maka dari itu saat ini, MIAP bekerjasama dengan Direktorat Jenderal HKI Kementrian Hukum & HAM dan Mabes Polri beserta pengelola mal di sejumlah kota besar menggelar sosialisasi program Mal IT Bersih. Program ini telah dimulai sejak Juli 2012 lalu di Jogjakarta dan Semarang. Pogram yang sama akan digelar di beberapa kota besar lainnya di Indonesia, antara lain Bandung, Medan, dan Makasar.

Melalui program Mal IT bersih yang digalakan saat ini, Justisiari berharap dapat menggugah kesadaran penjual dan konsumen untuk mengutamakan pentingnya menggunakan barang asli. “Harus didahulukan legalitasnya (berlisensi dan asli), supaya ada rasa aman,” tukas Justisiari di tempat yang sama.
Menurut dia, kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif sangat dibutuhkan dalam berbisnis sehingga baik pelanggan dan penjual dapat terhindari dari risiko hukum, reputasi, dan ekonomi.

“Bisnis ini jangka panjang, makanya jualannya harus asli supaya tahan lama, aman bagi pengguna, ciptra penjual jadi baik, begitu pula tempat usahanya (mal) semakin dikunjungi konsumen,” tegas dia.
Pentingnya kempanye anti pemlasuan ini tidak terlepas dari hasil riset International Data Corporation (IDC) yang disiarkan pada April 2012 lalu yang masih menempatkan Indonesia di peringkat ke-11 di dunia dengan jumlah peredaran software bajakan sebesar 86 persen. “Jadi 86 persen komputer kita itu masih gunakan software palsu,” kata Justrisiari.
Kondisi tersebut tentu sangat mengkhawatirkan mengingat nilai kerugiannya yang diperkirakan mencapai US$ 1,46 miliar atau sekitar Rp 12,8 triliun, naik sekitar 10 persen dari tahun sebelumnya.

Peningkatan aktivitas pembajakan itu pada akhirnya menekan komersialisasi produk asli seperti software legal di tanah air yang tercatat hanya US$ 239 juta. "Ini menjadikan Indonesia masuk dalam 20 negara dengan nilai komersial pembajakan software tertinggi di dunia," kata Justisiari.  (aco)

Tanggapan :
"Fathkurahman, Direktur Merek Direktorat Jenderal HKI Kementrian Hukum & HAM, menambahkan, contoh kasus pelanggaran merek yang ditindak di salah satu wilayah di Surabaya belum lama ini adalah generator listrik impor yang memalsukan merek Honda. Celakanya, kasus tersebut ditemui dalam program bantuan pemerintah. “Jadi barang bantuan pemerintah, tetapi gensetnya (generator listrik) palsu dari luar negeri, tetapi gunakan merek Honda,” ungkap Fathkurahman di kesempatan yang sama."
Dari kutipan berita diatas dapat kita ketahui bahwa perlindungan hukum atas hak merek diindonesia masih lemah, sehingga banyak pihak - pihak nakal yang dengan mudahnya memalsukan merek. Seharusnya pemerintah lebih tegas lagi dalam melindungi hak atas merek, karena pemalsuan merek dapat merugikan pemerintah dan si pemilik resmi merek tersebut, sebenarnya dalam hal ini si pemilik merek dapat menggugat pihak asing yang memalsukan mereknya, dengan gugatan perdata  berdasarkan ketentuan Pasal 76 UU Merek melalui Pengadilan Niaga. Gugatan tersebut dapat berupa gugatan ganti kerugian maupun gugatan untuk menghentikan semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut yang dinilai sebagai pelanggaran. Terhadap gugatan ini, si pemilik resmi merek dapat meminta ganti kerugian kepada pihak yang telah melakukan pelanggaran terhadap merek terdaftar sebesar kerugian yang di derita maupun melibihi kerugian tersebut. Dan lagi setelah si pemilik resmi merek mengajukan gugatan atas pemalsuan mereknya pemerintah harus dengan tegas mengurus dan menindaklanjuti gugatan tersebut, si pelanggar harus dijatuhi hukuman pidana penjara (paling lama lima tahun) atau kurungan maupun denda (paling besar delapan ratus juta rupiah), sesuai  ketentuan dalam UU Merek, Pasal 90 sampai dengan 95.

Referensi :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4430/perlindungan-atas-hak-merek

Comments

Popular posts from this blog

KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI DI BIDANG INDUSTRI

Review Jurnal "Pengaruh Sistem Manajemen Mutu Iso Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Budaya Kualitas Perusahaan"

Secangkir Kehangatan + Kebahagiaan di Desa Kecilku